Beranda | Artikel
Silsilah Fiqih Pendidikan Anak #99: Anak dan Pendidikan Seksual Bagian 2
Senin, 17 Oktober 2022

Pada pertemuan sebelumnya telah disampaikan beberapa arahan global untuk membantu orang tua melakukan edukasi yang benar kepada anak tentang masalah pendidikan seksual. Berikut kelanjutannya:

Ketiga: Latihlah anak untuk menutup aurat

Kata “aurat” berasal dari bahasa Arab. Artinya sesuatu yang tercela kalau tampak. Bila bagian tertentu dari tubuh manusia terbuka dan terlihat orang lain, maka yang bersangkutan merasa malu. Sedangkan dalam istilah fiqih, aurat berarti: anggota badan yang tidak boleh ditampakkan oleh lelaki atau perempuan kepada orang lain.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لَا يَنْظُرُ الرَّجُلُ إِلَى عَوْرَةِ الرَّجُلِ، وَلَا الْمَرْأَةُ إِلَى عَوْرَةِ الْمَرْأَةِ

“Tidak boleh bagi seorang pria untuk melihat aurat pria. Dan tidak boleh bagi seorang wanita untuk melihat aurat wanita lain”. HR. Muslim dari Abu Sa’id al-Khudriy radhiyallahu ‘anhu.

Batasan aurat hanya ada pada manusia dan tidak berlaku pada hewan. Hewan tidak memiliki rasa malu. Seluruh bagian tubuhnya terbuka, sehingga bisa terlihat oleh siapa saja. Seharusnya manusia tidak menyerupai hewan yang tak punya rasa malu.

Masalah batas aurat merupakan ketentuan agama yang tidak dapat direkayasa oleh ide dan gagasan manusia sendiri. Apalagi manusia yang tidak mengenal tanggung jawab kehidupan akhirat.

Aurat wanita adalah seluruh badannya tanpa terkecuali. Sedangkan menurut sebagian ulama, kecuali muka dan kedua telapak tangan.

Adapun aurat laki-laki adalah antara lutut sampai pusar.

Sejak Usia Berapa?

Anak yang berusia di bawah 7 tahun, aslinya belum wajib untuk menutup aurat. Namun pembiasaan untuk menutup aurat amat dianjurkan. Sehingga kelak saat besar, tidak merasa keberatan untuk menutup auratnya. Hanya saja pembiasaan itu tanpa kekerasan dan paksaan.

Adapun bila telah mencapai usia 10 tahun, apalagi anak perempuan, maka sudah harus diperintahkan dengan tegas untuk menutup auratnya.

Menutup aurat, selain berfungsi sebagai identitas seorang muslim atau muslimah, juga sebagai sarana untuk melindungi diri dari pelecehan seksual.

Allah ta’ala menjelaskan,

يَاأَيُّهَا النَّبِيُّ قُلْ لِأَزْوَاجِكَ وَبَنَاتِكَ وَنِسَاءِ الْمُؤْمِنِينَ يُدْنِينَ عَلَيْهِنَّ مِنْ جَلَابِيبِهِنَّ ذَلِكَ أَدْنَى أَنْ يُعْرَفْنَ فَلَا يُؤْذَيْنَ

Artinya: “Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, putri-putrimu, istri-istri kaum mukminin, supaya mereka menutupkan baju mereka ke seluruh tubuh. Demikian itu adalah agar mereka lebih dikenal, supaya mereka tidak diganggu”. QS. Al Ahzab (33): 59.

Janganlah anak-anak yang telah baligh dibiarkan berpakaian sesuka hati berpakaian dengan dada terlihat, leher terbuka, dan terlihat pahanya ke bawah. Orang tua yang membiarkan putrinya berpakaian semacam ini berarti telah berbuat dosa dan durhaka terhadap Allah.

Bersambung…

@ Pesantren “Tunas Ilmu” Kedungwuluh Purbalingga, 13 Dzulhijjah 1438 / 4 September 2017


Artikel asli: https://tunasilmu.com/silsilah-fiqih-pendidikan-anak-99-anak-dan-pendidikan-seksual-bagian-2/